Minggu, 10 Oktober 2010

LAPTOPKU DI BANTING

Kamis itu adalah hari yang tak terlupakan bagiku. Saat itu aku baru saja tiba di sekolah, seperti biasanya aku memarkirkan sepeda di tempat parkir. Lalu aku bergegas segera menuju ke kelas, baru sedikit temanku yang datang.
Karena tempat duduknya bebas jadi siapa yang cepatlah dia yang dapat. Sama seperti kemarin temanku Nia selalu datang awal untuk mencari tempat dekat dengan AC. Tapi sebenarnya akupun ingin duduk disana.
Jadi terpikirlah di benakku untuk duduk disampingnya, tapi ternyata sudah ada yang duduk disana. Jadi aku pun mengurungkan niatku. Tapi ada yang aneh dengan tas di samping Nia, masalahnya tas itu terlalu kecil bila dipakai membawa buku.
Jadi, sambil mencari tempat duduk aku terus melihat tas itu, ternyata tas itu adalah tas Nia sendiri, mungkin dia menyiasati tempat itu supaya tidak ditempati orang lain.
Kemudian aku kembali bergegas ke kursi itu untuk duduk disana, karena belum ada yang menempati. Tapi tiba – tiba Nia bertanya kepadaku “ Si kowe nggawa laptop” akupun menjawab iya. Karena memang aku ingin membawanya.
Lalu akupun bertanya, “ aku lungguh neng kene yo” tapi karena dia perempuan pasti dia tidak mau duduk dekat anak laki – laki, jadi aku langsung turunkan saja tasnya dari kursi.
Kemudian apa yang aku pikirkan pun terjadi, dia marah dan berkata “ marisi, ya allah jahate leh yo” dengan nada suara yang tidak rendah. Aku sih tidak menghiraukannya. Kemudian aku pergi untuk memberikan uang pembayaran buku kepada bendahara.
Lalu “BrUuUUuAAAkKKK” akupun terkejut, laptopku dibanting!!!!!!! Aku disitu hanya bisa mengembalikan laptopku saja. Tapi aku tidak terima begitu saja, aku ambil semua tasnya dan aku lempaar, aku injak – injak dan tasnya yang satu lagi kubuang ke tempat sampah.
Mataku hanya bisa berkaca – kaca untuk menahan agar tidak menangis, kemudian akupun menangis. Tak tahu mengapa anak perempuan dari kelas lain datang ke kelasku. Di situ aku mencoba menenangkan diri dan menahan malu karena di lihat orang banyak.
Di tempat yang lain pun sama Nia juga menangis, tapi buat apa. Pikirku kalau dia seperti itu dia seperti monyet yang tidak diberi makan oleh pengurus kebun binatang. Matanya merah seperti bangun tidur.
Yang aku takutkan bukan takut diadukan oleh guru, tapi takut terjadi sesuatu pada laptopku. Tapi temanku sudah mengeceknya bahwa laptopku baik – baik saja. Aku merasa lega.
Tapi sebenarnya buat apa aku menangis, padahal tidak ada yang rusak. Jika diingat ada rassa sebal, lucu , dan sedih.
Tapi aku ingin balas dendam kepadanya kusuruh dia mengganti rugi laptopku karena dia tidak tau keadaan laptopku. Jadi aku minta ganti rugi Rp 250.000,00, gara – gara aku bilang seperti itu besoknya dia tidak masuk.
Ada yang bilang di cari pinjaman sampai mau ngutang sama Regi, eh tahunya dia beli laptop THOSHIBA ingin rasanya membanting laptopnya, kutunggu waktu yang tepat. HAAAAHAAAAAAAA.

Sabtu, 09 Oktober 2010

TUGAS BAHASA JAWA PAK NYAMAT

Tugas Bahasa Jawa
1.Munika
2.Sinten
3.Didawuhi
4.Jenengan
5.Mirengake
6.Kulo
7.Diutus
8.Sakmenika
9.Dereng
10.Ngaturaken
11.Ngapunten
12.Ngangge
13.Mboten
14.Mulyo
15.Saget
16.Nggih
17.Prayuga
18.Marang
19.Tiang
20.Donya
21.Ngoten
22.Tindak
23.Jumeneng

Kalimat
1.Munika engkang ndamel tempe
2.Sinten engkang tindak wonten semarang
3.Kulo didawuhi tumbas kopi ibu
4.Jenengan sampun mundut kopi
5.Kulo mirengake music
6.Kulo tindak wonten sekolah
7.Kulo didawuhi tindak warung kaleh ibu
8.Sakmeniko kulo tumbas kopi
9.Kulo dereng maos buku
10.Kulo ngaturaken layang niki kangge jenengan
11.Kulo nyuwun ngapunten amargi kulo katah salah
12.Kulo ngangge mobil kangge tindak sekolah
13.Kulo mboten gadah kangmas
14.Lare niku hatine mulyo
15.Kulo saget ndamel mie piambak
16.Lare niku nggih ngoten
17.Prayugane kulo tindak rumiyin
18.Kulo nyuwun ngapunten kaleh bapak lan ibu
19.Tiang niku bade tindak semarang
20.Mugi-mugi kulo slamet marang dunia lan akhirat
21.Watake lare niki nggih ngoten
22.Bapak tindak wonten semarang
23.Para hadirin jumeneng

RINJANI DALAM KENANGAN

Aku kangen kamu Rin… lesung pipit kamu yang dalam buat mukamu tambah manis kalau tersenyum, guyonanmu yang ceplas-ceplos itu nggak pernah buat orang lain sakit hati, tapi justru membuat tawa yang menjadi-jadi. Entah kapan aku bisa melepas rinduku padamu lagi Rin…
Ada satu hal yang buatku selalu rindu dan ingin selalu ada didekatmu adalah cara pandangmu dalam menjalani kehidupan. Kamu bilang hidup dengan semangat dan motivasi diri bisa membuat kita menjadi pribadi yang lebih banyak bersabar, selalu yakin dan optimis menapaki masa depan.

Aku ingat waktu masih sama-sama kuliah dulu, kampus itu mungkin masih memuseumkan lembaran-lembaran sisa semangat dan perjuangan kita. Perjuangan seorang aktivis perempuan yang berdiri ditengah barisan para Adam dan sibuk meneriakkan keadilan, demokrasi, dan hak asasi. Ahh, sudahlah Rin itu dulu… tapi bagiku, bernostalgia dengan masa itu adalah sesuatu yang menggelitik emosi untuk kembali bangkit ditengah kejenuhan aktivitas kantorku sekarang, terima kasih Srikandiku (sebutanku untukmu, Rin )…

Tidak cuma semangat seorang aktivis, kamu juga tetap punya semangat seorang mahasiswa, yang memang tujuan mulamu menjajal kampus ini. Masalah mengintai, tapi langkahmu sedikitpun tak gontai… Perbaikan skripsi, minim referensi, memperkaya kajian, belum lagi harus keluar-masuk ruangan Pak Wibowo yang membuat telingamu memerah dan keningmu berkerut mendeskripsikan rasa kecewa yang sulit kau luapkan. Dosen pembimbingmu yang wibawanya tidak seperti namanya itu ku pikir adalah sosok yang lebih menyeramkan dari dedemit sekalipun.
Tapi Rin, aku benci setiap kali kamu bilang ini tantangan seorang calon Sarjana muda. Awalnya aku sempat menganggapmu orang yang terlalu munafik untuk berterus terang dengan keadaan ini. Tapi lihat Sarjana muda, bangganya dirimu saat namamu dielu-elukan diatas podium itu sebagai mahasiswa terbaik Universitas, Rinjani Sukma Dewi, namamu memang setinggi semangatmu, sobat…

Kamu masih ingat Mas Seno ? Raga Suseno, laki-laki yang selalu mendapat pujian serba Hebat darimu setiap waktu, laki-laki yang kamu bilang baik, setia, perhatian, penyayang, yang menurutku tidak lebih dari seorang laki-laki brengsek yang tebal muka, mati rasa, tidak tau terima kasih, yang membuatmu terpisah denganku dan pergi dari hari-hariku…
Dengan tenang, perlahan-lahan dia lari dari hidupmu saat seharusnya dia menenangkan hati dan bersama-sama melewati masa-masa sulit yang bertubi-tubi menghakimimu.
Satu per satu kesedihan seolah menjadi tak berujung buatmu,
aku tanya kemana Mas Senomu itu saat pelipur lara hidupmu terbaring kaku di bawah wanginya tanah pusara itu ? Leukemia yang masih tetap coba dilawan oleh ibu hingga penyakit itu pun memvonis hidupnya (selamat tinggal Ibu…).
Apa Mas Senomu itu dimangsa hidup-hidup oleh dunia, saat penopang hidupmu pun tak berdaya melawan rasa kehilangan, hingga hancur bersama botol-botol neraka ? (Bapak dalam kepedihannya…) Bapak yang ku kenal tidak pernah serapuh itu Rin, kehilangan seorang penenang jiwa membuatnya benar-benar terluka hingga luka itu tak sanggup lagi tertahan dan ia pergi selamanya dalam duka.
Mas Seno, Rin ?!? Laki-laki yang lebih memilih bersembunyi dibalik hitamnya langit di hari hujan, ketimbang menjadi sandaranmu untuk masa depan… BIADAB!!!
Tapi, kau tau satu hal sobat ? Mas Seno mu itu sekarang dunianya sudah mati. Perempuan yang lebih dipilihnya daripada kamu Srikandiku, kini membuangnya tidak lebih dari sampah yang sudah membusuk. Aku puas Rin, sangat puas!!! Tak kuasa kutahan emosiku untuk terbahak menatap seorang Raga Suseno yang terpuruk. Sayang kau tak disini dan ikut tertawa bersamaku….

Kedua adikmu Ratna dan Gagah, mereka sudah besar sekarang…. pintar, cerdas, dan tangguh seperti dirimu. Melihat mereka terus tumbuh jadi dewasa membuatku semakin mengingatmu. Bagiku ini amanah yang akan terus ku jaga hingga mereka siap untuk mengangkasa dengan sayap-sayap yang perkasa… Sekarang kami tinggal di Malang, karena tiga bulan setelah lulus dari Universitas aku diterima bekerja sebagai seorang asisten manajer di salah satu perusahaan konsultan di Malang. Yah, lumayan lah Rin, untuk aku yang seorang pemula merasakan peluh yang dulu juga dirasakan oleh orang tuaku demi secercah asa agar anak-anaknya bisa menjadi seorang sarjana…

*****
Aku kangen kamu, Rin…. Sangat rindu candamu, tawamu, menaklukkan dunia bersama. Aku ingin memandang ronamu yang ceria, bukan diam dan muram seperti ini. Semakin lekat ku tatap, semakin tak satupun yang ku dapat, kosong, hampa, senyap… Mukamu begitu bersih, tapi kaku dan aku kehilangan lesung pipitmu yang dalam.
Bicara denganku, Rin !!! Aku Diah Rianti, sahabat yang selalu ingin didekatmu mewujudkan dunia mimpi sejak enam tahun yang lalu… Kenapa kamu pergi saat mimpi itu seharusnya sudah jadi nyata, dan harapan terlanjur melekat dipelupuk
mata ?… Dimana Srikandiku yang selalu bersemangat ? Seorang aktivis yang begitu idealis ? Kembali, Rin ! Kamu adalah Rinjani yang kaki-kakinya begitu kuat menapaki bumi hingga mampu berdiri kokoh, segagah gunung Rinjani.
Ayo mahasiswa terbaik, Sarjana muda, dunia sedang menantangmu diluar sana. Keluar, Rin !!! Aku yakin kamu mampu menaklukkannya !. BANGKIT !!! Berhentilah terdiam dan duduk di sini dalam sepi !…

Dua tahun lebih kamu seperti ini, dipandangi mentari pagi, berteman pipit-pipit kecil yang lincah bernyanyi, berlarian, beterbangan, bahkan kepak sayapnya pun lebih gesit dari matamu yang berkedip. “ Maaf ibu Diah, waktu berkunjung anda sudah habis “. Hah… Perempuan berseragan putih itu lagi-lagi mengingatkan aku untuk berhenti bernostalgia denganmu, Rin. Tidakkah kau jenuh dengan semuanya ini ? Aku sudah jenuh, Rin ! Aku bosan, aku lelah, dan aku sedih melihatmu harus melewati ujian ini sendirian… Tapi kami semua tetap menantimu Rin, aku, adik-adikmu, menunggu kesiapanmu untuk kembali berkumpul ditengah-tengah kami meskipun entah hingga berapa lama lagi.

Maaf tidak bisa terlalu sering menjengukmu disini, pekerjaan kantor menjadikanku manusia robot yang tak lagi kenal waktu, jauh dari orang tua menuntutku untuk lebih mandiri demi sekedar bertahan hidup. Lagipula memang sudah saatnya aku berdiri dengan kakiku sendiri tanpa bergantung lagi dengan orang tua khan, Rin ?.

Aku pamit sobat, sampai bertemu lagi… bulan depan mungkin. Semoga tuhan selalu menjagamu dan secepatnya menyudahi cobaanmu ini, Amin.
“ Anda tidak perlu mengkhawatirkan kondisi ibu Rinjani, bu Diah… Kami akan menjaga dan terus merawatnya dengan baik disini. Lagipula kondisi kejiwaan beliau selama dua bulan terakhir ini menunjukkkan perkembangan ke arah yang lebih baik”, ungkap dokter Darmawan, dokter spesialis kejiwaanmu. “ Terima kasih, dok. Saya titip sahabat saya Rinjani”. “Pasti bu Diah, pasti”.
Percakapan kami terhenti saat langkah kami berada di depan gerbang Rumah Sakit ini. “ Sekali lagi terima kasih, dok. Permisi”.
Keluar dari gedung ini dan meninggalkanmu di dalam sana sebenarnya adalah hal yang begitu berat untuk ku lakukan. Tapi aku harus Rin, aku harus! Semua ini kulakukan demi kesembuhanmu, agar kamu bisa kembali menjadi Rinjani yang dulu… maafkan aku Rin…

*****

Ku balikkan badan dan menatap kembali gedung yang berdiri di belakangku. Sesaat aku tertegun membaca papan yang berdiri tegak di depannya, Rumah Sakit Jiwa Bhakti Bangsa. Aku akan datang lagi suatu hari, bukan untuk menjenguk sahabatku, tapi untuk menjemputnya pulang dan berkumpul lagi bersama kami, keluarganya… Entah kapan… Tapi pasti !!.